Monday, July 15, 2013
Me and My Teacher - 6
"Jilat sampai bersih" kata ibu Anna kemudian.
Ini adalah hal yang paling tidak kusukai, karena tentu saja sesudah ejakulasi, aku sudah tidak bergairah lagi untuk melakukannya, tapi nampaknya ibu Anna tidak mau tahu, dengan mata melotot ia memandangku yang terlihat sangsi. Penis itu terlihat bersih, aku sendiri heran bagai mana mungkin bisa terjadi, mungkin karena enema yang tadi ibu Anna berikan.
"Mau tidak?" tanyanya dengan geram.
Aku kemudian mengangguk lemah mengiyakan. Dengan perlahan aku mulai menjilati ujung penis itu. Ada tercium sedikit bau kotoran memang, namun ternyata tidak seburuk yang kuduga. Secara perlahan aku mulai memasukan penis itu ke dalam mulutku. Bau khas sperma bercampur dengan bau kotoran dan baby oil tercium oleh hidungku, namun aku masih meneruskan pekerjaanku yang memang masih jauh dari bersih itu. Dengan perlahan kujilati spermaku sendiri yang kini berada di penis itu. Membutuhkan waktu sekitar dua menit bagiku untuk menyelesaikan pekerjaanku itu. Sesudah selesai melakukannya barulah aku merasa mual ingin muntah, namun sebisanya aku menahan perasaan itu. Setelah penisnya selesai dibersihkan, ibu Anna segera beranjak pergi meninggalkanku sendirian di ruang itu.
Aku merasa cukup lega setelah selesai melakukannya, karena aku mengira sekarang ini permainan ibu Anna sudah berakhir, sedangkan aku tadi melihat ibu Anna juga sudah bermandikan keringat dan pastilah dia kelelahan setelah melakukannya. Baru saja sedetik sesudah aku berpikir demikian, aku harus kembali menelan pil kekecewaan. Ibu Anna sudah kembali dengan membawa potongan-potongan pakaian berwarna merah muda serta sebuah benda yang tidak kukenal.
"Pakai ini" kata ibu Anna padaku sambil menyodorkan pakaian dalam genggaman tangannya.
Aku menyambutnya dengan kedua tanganku yang masih terikat. Disana kulihat sebuah celana dalam wanita super mini, dibagian depan hanyalah sebuah segitiga kecil, sedangkan bagian belakang hanyalah berupa sebuah tali. Selain itu ada juga bikini serta sebuah stocking lengkap dengan supporternya.
Kesemuanya satu warna, pink. Dengan tak banyak bicara, ibu Anna membuka ikatan pada tanganku. Setelah itu aku sudah tidak punya alasan untuk mengabaikan perintahnya. Dengan bantuan ibu Anna, aku mengenakan semua itu. Memang dalam beberapa jam terakhir ini, ini adalah pertama kalinya aku mengenakan sesuatu di tubuhku, tapi tetap saja aku merasa lebih baik bugil dari pada memakai pakaian seperti ini, karena kini aku benar-benar menyerupai pelacur dengan pakaian yang kukenakan.
Setelah itu, ibu Anna memerintahkanku untuk kembali berbaring di ranjang. Setelah aku melakukannya, ibu Anna membawa benda yang tadi di bawanya ke hadapanku. Benda itu bentuknya seperti kapsul dengan ukuran kurang lebih 25 centi dengan diameter 5 centi, berwarna hitam pekat serta terdapat semacam sabuk kulit ditengah benda itu, namun setelah kuperhatikan lebih lanjut, sabuk itu tidak terdapat tepat ditengah benda itu, melainkan agak ke ujung, sehingga terdapat 2 bagian, bagian yang panjang sekitar 17 atau 18 centi sedangkan bagian yang pendek sekitar 7 atau 8 centi yang dipisahkan sabuk itu.
Ibu Anna menyodorkan bagian yang panjang, kemudian menyuruhku menjilatinya, sudah kuperkirakan sebelumnya. Baru saja aku mulai menjilati benda itu, yang memang bentuknya agak mirip dengan penis itu, ibu Anna sudah tidak sabar, dengan kasar dia memasukan hampir seluruh bagian benda itu ke dalam mulutku sehingga hampir saja aku tersedak. Selang sebentar saja, ibu Anna sudah mencabut benda itu, dan tampak air liurku sudah membasahi permukaan benda itu. Sesudah itu kembali dia memasukan benda itu ke dalam mulutku, kali ini bagian yang pendek, karena memang pendek, sekitar 7 atau 8 centi, benda itu tidak membuatku kesulitan, hanya saja karena diameternya yang cukup besar membuat rahangku sedikit sakit yang terbuka agak lebar.
Sesudah itu, dengan mengangkat kepalaku, ibu Anna mengaitkan sabuknya dengan kencang sekali dibelakang kepalaku. Sesudah benda itu terpasangpun aku masih belum mengetahui dengan jelas apa kegunaannya. Rasanya mustahil jika benda itu hanya berguna untuk menyumbat mulutku kataku dalam hati, walaupun memang efektif karena aku kini tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun dari mulutku.
"Kamu tahu apa gunanya benda ini?" tanya ibu Anna padaku.
Dengan terpaksa aku menggeleng karena aku memang tidak mengetahui apa kegunaan benda ini, atau lebih tepat cara menggunakannya.
"Benda ini jauh lebih bisa memuaskan dari pada kontol kamu yang tidak ada gunanya itu" katanya sambil melepaskan celana dalam beserta penisnya itu.
Dengan hanya mengenakan BH saja, ibu Anna berdiri tepat di atas wajahku, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjongkok dan memposisikan bagian panjang benda tersebut ke dalam liang vaginannya. Perlahan ujung benda itu mulai memasuki liang vaginanya. Dengan bantuan air liur serta cairan vaginanya yang membanjir, nampaknya selain diriku yang mendapat orgasme ketika dientot dengan penis buatan itu, sang pemilik, dalam hal ini ibu Anna, tampaknya juga mendapatkannya.
Dengan mudah saja benda itu kini terbenam seluruhnya dalam vagina ibu Anna. Memang di bandingkan dengan penisku, benda itu masih jauh lebih besar, maka itu aku agak terkejut juga melihatnya dengan begitu mudah "ditelan" liang vagina ibu Anna. Sesudah itu, ibu Anna mulai menggerakan pinggulnya naik-turun. Selang beberapa saat kemudian, dia mempercepat gerakannya, lalu sesaat kemudian kembali memperlambatnya. Seiring dengan gerakan tubuhnya, kepalaku juga ikut melompat-lompat, untunglah saat itu aku berbaring di ranjang, jika dilantai tentunya akan menambah daftar penderitaanku. Entah sudah berapa kali aku hampir tersedak akibat benda di dalam mulutku itu, selain itu rahangku juga hampir copot rasanya akibat sesekali menahan berat tubuhnya. Satu-satunya hiburanku adalah aroma vagina ibu Anna yang memang sangat kusukai, dan buah dada sempurnanya yang melompat-lompat di dalam BH nya.
Hampir selama 5 menit, ibu Anna bertahan dalam posisi demikian, baru sesudah itu dia kemudian memutar tubuhnya, sehingga kini yang kulihat adalah bagian punggungnya. Pemandangan buah dada melompatnya kini sudah digantikan dengan lubang anusnya yang hanya berjarak beberapa mili dari hidungku, bahkan sesekali mengenainya akibat guncangan 8,0 skala richter yang dibuat ibu Anna. Memang boleh dikatakan lubang anusnya tidak berbau (entah bagaimana hal itu bisa terjadi), tapi kalian bayangkan saja sendiri bagaimana rasanya berada dalam posisi demikian!
Sesaat kemudian, dengan diawali dengan jeritan kenikmatan tanda orgasme, ibu Anna membenamkan vaginanya dalam-dalam ke benda tersebut. Jika bisa tentunya aku juga sudah ikut menjerit karena pada saat itu ibu Anna seakan-akan hanya menumpukan berat badannya di mulutku. Tulang pipi, tulang rahang serta gigiku terasa ngilu sekali akibat mendapat tekanan yang demikian besar, sedang hidungku juga tidak luput dari lubang anusnya. Untung kejadian itu hanya berlangsung sesaat saja. Sesudah itu ibu Anna mendemonstrasikan kelenturan pinggulnya dengan bergerak meliuk dan berputar dengan erotis. Dapat kurasakan cairan orgasmenya yang mengalir turun mengenai pipi dan daguku.
"Ambil nafas" kata ibu Anna dengan pelan sehingga hampir saja aku tidak mendengarnya.
Aku tidak mengerti mengapa ibu Anna memerintahkan hal seperti itu, namun saja kini aku sudah terbiasa untuk langsung melakukan perintahnya tanpa berpikir dahulu. Baru setengah jalan aku menghirup udara, tahu-tahu ibu Anna kembali membenamkan tubuhnya. Tentu saja hal itu membuatku terkejut karena lubang anus ibu Anna secara tiba-tiba menutup hidungku. Dengan cepat beban berat kembali menekan wajahku, bahkan kali ini terasa lebih berat dari pada sebelumnya.
Beberapa detik kemudian barulah aku tahu apa penyebabnya setelah merasakan kedua kakinya sedang memainkan penisku yang tanpa kusadari sudah kembali tegang. Ternyata kali ini ibu Anna benar-benar menduduki wajahku. Tanpa kedua kaki yang tadi sedikit banyak ikut membantu menyangga, kini seluruh berat tubuhnya diterima wajahku. Setelah itu untuk melengkapi penderitaanku, ibu Anna menggoyang-goyangkan pinggulnya yang mengakibatkan vagina, pantat dan lubang anusnya bergesekan keras dengan wajahku.
Semenjak tadi aku sudah berusaha sekuat tenaga menggunakan kedua tanganku untuk mengangkat tubuh ibu Anna yang menekan wajahku, namun tetap saja tubuh ibu Anna tidak bergerak walau sesenti. Dalam beberapa detik kemudian aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang karena otakku kekurangan suplai oksigen. Tanganku masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengangkat tubuh ibu Anna, sementara kedua kakiku menendang kesana kemari dengan frustasi. Jika dalam beberapa detik lagi aku masih belum bisa bernafas pastilah aku bisa celaka, atau setidaknya jatuh pingsan.
Akhirnya dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kudorong tubuh ibu Anna ke samping, dan ternyata usahaku berhasil, tubuhnya terjatuh kesamping sehingga memberikan jalan buatku untuk bernafas. Dengan tergesa-gesa aku langsung menghirup udara sehingga tanpa dapat kutahan, aku tersedak, namun karena ada benda didalam mulutku, aku tidak bisa terbatuk-batuk, hal itu membuatku sangat tersiksa sekali. Untung saja dengan sigap, ibu Anna kemudian membuka ikatan sabuk di belakang kepalaku dan mencopot benda itu dari mulutku. Barulah kemudian aku terbatuk-batuk tanpa henti.
Dengan tak mengucap sepatah katapun, ibu Anna meninggalkanku yang masih berusaha memulihkan jalan pernafasanku. Sesaat kemudian barulah nafasku mulai teratur dan pikiranku kembali terang. Aku kemudian melihat sekeliling, ternyata ibu Anna sedang mengganti pakaian. Ia melepaskan BH yang tadi dipakainya, dan selanjutnya ia mengenakan gaun tidur berwarna putih transparan sehingga memperlihatkan puting susu serta vaginanya dengan samar-samar.
Dengan masih tidak mengucap apa-apa, ibu Anna kemudian mengikat kedua tanganku dibelakang dengan tali. Barulah setelah itu ibu Anna mematikan lampu. Karena memang ranjang itu berukuran double, sehingga masih menyisakan banyak ruang setelah ibu Anna kemudian berbaring di sebelahku. Sesaat kemudian tampaknya ibu Anna sudah tidur terlelap. Sedangkan aku masih mengalami sedikit kesulitan karena ikatan pada tanganku yang membuatku benar-benar tidak nyaman, terlebih lagi BH yang masih kukenakan, yang kini entah kenapa terasa kencang sekali sehingga membuatku agak sedikit sulit bernafas, namun tak lama kemudian karena memang sudah benar-benar lelah, aku tertidur juga.
Ketika terbangun aku menyadari ibu Anna sudah tidak ada di tempatnya. Aku melihat jam dinding yang menunjukan sudah hampir jam 8 pagi. Yang pertama kali kurasakan ketika bangun adalah sekujur tubuhku yang pegal-pegal serta kehausan yang sebenarnya sudah semenjak kemarin, hanya saja aku tidak berani untuk mengatakan.
E N D
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment